Wasiat dalam waris merupakan salah satu instrumen penting dalam hukum Islam yang berkaitan dengan pembagian harta. Wasiat adalah pesan terakhir seseorang kepada ahli waris atau pihak lain mengenai sebagian harta yang ingin diberikan setelah ia meninggal dunia. Hukum Islam membatasi wasiat maksimal sepertiga dari total harta peninggalan, dan hal ini tidak boleh melanggar hak ahli waris yang telah ditetapkan syariat.
Dalam pelaksanaannya, wasiat hanya bisa dijalankan setelah pewaris meninggal dunia dan seluruh kewajiban seperti hutang dan biaya pemakaman ditunaikan. Wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris kecuali mendapat persetujuan dari ahli waris lainnya. Ketentuan ini dibuat agar hak-hak ahli waris tetap terlindungi, serta tidak ada pihak yang merasa dirugikan akibat pembagian harta warisan.
Wasiat dalam waris juga memiliki fungsi sosial yang sangat mulia. Seorang Muslim dapat mewasiatkan sebagian hartanya untuk amal jariyah, membantu fakir miskin, mendukung pembangunan masjid, atau keperluan kemanusiaan lainnya. Dengan begitu, harta yang ditinggalkan tidak hanya bermanfaat untuk keluarga, tetapi juga menjadi ladang pahala yang terus mengalir bagi pewaris.
Namun, agar wasiat sah secara hukum Islam, syarat-syarat tertentu harus dipenuhi. Misalnya, pewasiat harus dalam keadaan sadar penuh ketika membuat wasiat, penerima wasiat jelas identitasnya, dan harta yang diwasiatkan merupakan milik sah pewasiat. Jika syarat-syarat ini terpenuhi, maka wasiat dapat dijalankan tanpa menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Dengan memahami aturan wasiat dalam waris, umat Islam dapat mengelola harta dengan lebih bijaksana. Wasiat bukan hanya sarana pembagian harta, tetapi juga wujud kepedulian sosial dan ikhtiar menjaga keharmonisan keluarga setelah pewaris meninggal. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui hukum wasiat agar dapat menunaikannya sesuai tuntunan syariat.